Please Select the Categories to Show

Nov 23, 2010

Sondah, Congklak Dan Bebentengan Sudah Kalah oleh PSP

Congklak
Play Station Portable, DS Nintendo, Play Station 1, 2, dan 3, Point Blank dan segelintir permainan elektronik lainnya pasti sudah tidak asing di telinga para anak muda zaman sekarang. Anak kecil dan remaja adalah penikmat setia permainan ini. Zaman semakin modern, teknologi semakin berkembang. Perlahan- lahan manusia mulai di kuasai berbagai macam hal yang serba high technology, bahkan disebut ketinggalan zaman bila tidak pernah menggunakannya atau bahkan tidak bisa mengoperasikannya.
Ditengah- tengah era modern ini, kita hampir lupa pada permainan- permainan dahulu yang, walaupun tradisional, namun dapat dimainkan bersama- sama secara berkelompok dan tidak perlu menguras uang orang tua ataupun menghabiskan uang saku. Diantaranya adalah sondah, congklak, sorodot gaplok, petak umpet, bola bekel, dan bebentengan. Sampai 5 tahun yang lalu, permainan ini masih banyak dimainkan oleh anak- anak.
Dari sekian banyak permainan tradisional, congklak dan bebentengan adalah permainan yang sangat digemari. congklak biasa dimainkan oleh anak perempuan.  Congklak tidak hanya di kenal di Pulau Jawa saja, tapi juga di Sulawesi dan Sumatera. Di Jawa, Congklak dikenal pula dengan nama dakon, dhakon atau dhakonan. Menurut sejarah permainan ini pertama kali dibawa oleh pendatang dari arab yang datang ke Indonesia untuk berdagang atau berdakwah. Permainan ini pada awalnya hanya dimainkan oleh remaja putri keturunan ningrat. Namun karena kepopuleranya, permainan ini banyak dimainkan oleh masyarakat umum. Dalam beberapa daerah, Congklak dibatasi hanya untuk perempuan. Cara bermain sondah cukup mudah, jumlah lubang keseluruhan pada papan congklak adalah 16 yang dibagi menjadi 7 lubang kecil dan 2 lubang besar (masing-masing satu untuk setiap pemain). Lubang- lubang tersebut di isi oleh cangkang kerang yang dalam bahasa Sunda disebut kuwuk. Skor kemenangan ditentukan dari jumlah biji yang terdapat pada lubang besar tersebut.
Permainan bebentengan atau pris-prisan banyak dimainkan oleh anak laki-laki. Awal mula munculnya permainan ini tidak di ketahui, namun sejak dulu permainan ini sudah ada, terutama di Jawa Barat. Dalam memainkan permainan ini seluruh pemain dibagi menjadi dua kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 2 sampai 8 orang. setiap kelompok harus mempertahankan bentengnya masing-masing. Selain menyerang benteng lawan kita juga dapat menawan anggota lawan. Bila kawan kita dapat bisa memegang kelompok lawan yang berkeliaran, dia jadi tawanan kita. Untuk membebaskannya, kelompok lawan harus berani mendatangi kubu kita dan menyentuhnya tanpa tersentuh oleh kita. Kita tidak boleh tersentuh oleh lawan. Kalau tersentuh oleh lawan kita akan juga jadi tawanannya.Titik kemenangan terletak jika kita dapat menyentuh benteng lawan.
Sayang sekali permainan ini sudah hampir hilang di terjang zaman. Anak- anak kecil ataupun remaja banyak yang tidak lagi mengenal permainan- permainan ini, padahal dari permainan ini kita dapat mengembangkan sikap kepemimpinan, solidaritas, kerja sama, kesabaran dan kegigihan. Selain itu, permainan tersebut dapat melatih konsentrasi dan kemampuan membuat strategi.
Seiring berjalannya waktu, peningkatan laju pertumbuhan penduduk melonjak tinggi. Faktor tersebut turut andil  dalam dibangunnya pemukiman- pemukiman dan jalan raya yang semakin padat di kota- kota besar. Jalan-jalan sempit, tak ada lapangan maupun pekarangan untuk bermain, membuat anak memilih permainan yang lebih praktis, permainan-permainan yang cenderung menjadikan mereka manusia-manusia individual yang tak mengenal cara bersosialisasi di dalam masyarakat. Permainan- permainan tradisional tersebut sudah kalah pamor. Kearifan lokal yang terdapat dalam permainan- permainan tersebut sudah sepantasnya kita hidupkan dan kita lestarikan kembali agar generasi Muda Indonesia tidak lupa dengan kebudayaan Nusantara dan tidak melupakan budaya ketimuran yang hampir mati ironis di negerinya sendiri.

(Oleh: Jota)


No comments:

Post a Comment